SaBu
Kicau burung dipagi hari membuat
keluarga Pak Nanang dan Ibu Elis sangat terganggu karena mereka tidak menyukai
burung seperti orang-orang lainnya. Mereka baru saja pindah di desa tersebut
dan tentunya mereka belum bisa menerima keadaan jika disana masih asri dan
pastinya burung-burung akan sering berkicau di pagi hari.
Setiap pagi selalu terdengar
suara Pak Nanang memarahi istrinya karena ia yang mengajak pindah ke desa yang
penuh dengan suara burung tersebut. Ya nama desanya juga desa merdu jadi ya
wajar saja banyak yang bernyayi dan berkicau-kicau.
Lama kelamaan mereka merasa
nyaman dengan keadaan karena terbiasa mendengar suara kicau burung yang luar
biasa sangat menyakitkan telinganya setap pagi.
Mereka mempunyai anak yang
bernama Amir, dia masih berusia 12 tahun dan tentunya sudah bisa membantu
ibunya di dapur dan bapaknya ketika di ladang. Amir sekolah setiap hari dan
tentunya diantar oleh Bapaknya menggunakan sepeda ontelnya. Keluarga mereka
memang sangat terlihat bahagia dan rukun. Dengan tetangga mereka selalu ramah
dan selalu berbagi satu sama lain.
Tanpa terasa Amir sudah lulus Smp
dan dia ingin melanjutkan Sma nya namun ibunya tidak punya biaya untuk ia
sekolah akhirnya Amir berhenti satu tahun dan membantu kedua orangtuanya untuk
mencari uang agar ia bisa melanjutkan pendidikannya.
Amir selalu berharap kelak ia
bisa membuat orangtuanya bangga dan membuat mereka bahagia di masa tua mereka.
Semua tetangga memberikan selamat
kepada Amir karena telah melanjutkan sekolanya, karena di desa merdu itu semua
orang hanya bisa mengenyam pendidikan sampai Smp saja. Bahkan ada juga yang
hanya tamatan Sd dan tidak sekolah sama sekali. Karena tidak adanya biaya untuk
mereka sekolah. Akhirnya saat Amir sekolah di Sma dia mengajar untuk anak-anak
yang tidak mampu sekolah dan bahkan dia bukan hanya mengajar anak-anak, orang
tua yang ingin belajarpun banyak sekali. Mereka ingin mengembangkan hasil tani
mereka dan sebagainya, maka Amir harus pintar-pintar mengatur jadwalnya.
Amir sangat pintar dan cerdas,
jadi ia bisa mempelajari segala hal secara otodidak. Dia memang baru sekolah
Sma namun pengetahuan dia sudah sangat luas. Semua orang bangga terhadapnya, di
usia mudanya ia menajadi seorang mentor dan mengamalkan ilmu yang ia miliki
tanpa pamrih.
Awalnya semua berjalan dengan
lancar, banyak orang yang kagum kepada mereka sampai suatu hari sebuah masalah
datang pada keluarga Pak Nanang.
Lebaran Idul Fitri ...
Semua orang sangat suka dengan
suasana Ramadhan terkahir karena itu akan menajdi malam yang paling mengharukan
dan tentunya menyenangkan. Karena itu adalah malam kemenangan bagi umat muslim.
Amir selalu membatu pekerjaan
orang tuanya. Amir membuat ketupat dan membereskan ruang keluarga agar besok
terlihat bersih dan licin. Dan saat Amiir sedang menikmati hembusan angin di
depan rumahnya, ibunya berteriak. “Amir, tolong belikan ibu sabu ya.” Amir
terkejut mendengar ibunya meminta ia membelikan ia sabu, karena ia tau sabu itu
adalah salah satu jenis narkotika. Amir segera menghampiri ibunya dan bertanya
“Apa ibu sungguh meminta Amir membelikan sabu?” dengan nada yang sedikit
memperjelas pertanyaan ibunya. “Iya sayang, ini uangnya ya.” Sembari
menyerahkan uang satu lembar bernominal lima puluh ribu. Amir terdiam sejenak
lalu ibunya menyambung ucapannya “Belinya di warung Ibu Cicih ya. Jangan di Ibu
Ratna disana mahal soalnya.”
Setelah percakapan itu Amir
langsung menuju warung Ibu Cicih, sepanjang perjalana Amir berpikir apa di
warung itu menjual sabu-sabu, dan berbagai pikiranpun berdatangan. Karena memnag
warung Ibu Cicih terletak sangat jauh dari keramaian jadi mungkin bisa saja
mereka mengedar sabu dan sebagainya. Terbesit ingin melaporkan kejadianini
kepda polisi namun Amir tidak ingin memperumit keadaan sekarang ia harus
membuktikan apa yang ia pikikan saat itu.
Amir membawa sepeda Bapaknya
dengan sangat kencang berharap semuanya bukan seperti yang ia pikirkan.
Saat sampai di warung Ibu Cicih
ia segera mendekati Ibu Cicih dan membisikan yang ingin ia beli.
“Ibu, saya ingin membeli sabu.”
Dengan sedikit berbisik karena keadaan warung saat itu sangat ramai.
Namun Ibu Cicih mengencangkan
suaranya. “Oh nyari sabu, maaf ya ibu belum belanja. Mungkin di warung Ibu
Ratna ada.” Sembari ia melayani pelanggan yang lainnya.
Mata para pelanggan tertuju pada
Amir dan mungkin tidak menyangka ia akan membeli barang yang haram itu.
Suara Ibu Amir terdengar oleh
salah seorang tetangganya dan dia tidak menyangka jika keluarga yang selama ini
mereka banggakan adalah pecandu narkoba. Mendengar kejadian itu dia langsung
memberitahukan kepada pak lurah dan seluruh warga. Karena mereka tidak ingin
ada orang yang berbuat tidak baik di desanya.
Saat perjalanan pulang Amir
melihat rumahnya yang dikelilingi banyak orang, dia sangat terkejut disana ada
mobil polisi yang terparkir. Amir merasa itu adalah mimpi terburuknya, kenapa
di hari ramadhan terakhir keluarganya harus mendapatkan cobaan seperti ini.
Amir tidak bisa mengelak dengan
semua tuduhan warga jika ibunya mengkonsumsi sabu. Betapa terkejutnya Amir
ketika ibunya menyebut nama suaminya dan anaknya yang ikut mengkonsumsi sabu.
Semua orang memperlihatkan rasa
ketidak sukaannya, tidak ada yang bisa membela mereka. Dan mereka harus dibawa
ke kator polisi untuk dimintai keterangan dan diperiksa apakah betul mereka
mengkonsumsi sabu atau tidak. Karena pengakuan Ibu Amir mereka semua
mengkonsumsi.
Setiap pertanyaan membuat Amir
bingung, karena ia tidak merasa mengkonsumsi barang haram itu. Ada rasa sedih
dalam hati Amir karena mereka harus bermalam di dalam sel, dan esok saat
lebaran mereka tidak bisa menikmati ketupat dan bersilatirahmi dengan tetangga
mereka.
Amir tersandar di pojok ruangan,
melihat anak semata wayangnya bersedih Ibunya langsung menghampiri dan meinta
maaf kepadanya. Gara-gara sabu itu mereka harus menginap di penjara.
Pan Nanang juga ikut menenagkan
anaknya yang sedang dirundung kesedihan itu, mereka akhirnya tertidur
berdampingan. Keesokan harinya Ibu Amir berkata jika yang mengkonsumsi sabu itu
bukan hanya keluarga namun penjual nya juga ikut mengkonsumi, dia juga yang
menawarkan saya untuk mencoba sabu di setiap maakan saya. Ujar nya kala itu.
Polisi tidak tinggal diam mereka
mendatangi kediaman Ibu Cicih dan membawanya ke kantor polisi. Sampai sana
keluarga Ibu Cicih di introgasi dan saat puncaknya Ibu Cicih membuat pernyataan
yang sangat mengejutkan semuanya.
“Maaf ya pak, saya tidak pernah
menyentuh barang haram seperti itu. Dan saya menawarkan sabu kepada Ibu Elis
karena rasanya enak jika di campur makanan, itu bukan sabu jenis narkotika pak.
Sabu itu sebuah singkatan untuk bahan pendamping sayur lodeh, gulai dan
sebagianya. Sabu itu SANTAN BUBUK PAK.”
Dengan nada sedikit meninggi.
Semua oranng yang ada di sana
tercengang mendengar semua itu, dan Ibu Amir baru menginat kepanjangan dari
sabu itu. Akhirnya mereka di bebaskan dan semua orang mendengarkan penjelasan
Ibu Elisa dan Ibu Cicih selaku penjual.
Semua kembali normal sebagaimana
mestinya, dan Amir menghela nafas lega karena ternyata sabu yang ibunya masksud
adalah singkatan dari santan bubuk.
“guys inget ya, jangan suka menyebarkan berita yang belum terlihat jelas
buktinya. Agar kejadian seperti ini tidak akan terjadi di sekeliling kita.”
Terimakasih sudah berkunjung, bagaimana perasaan kalian setelah membaca
gorensanku?
Jangan lupa tinggalkan jejak anda ya....